Friday, December 23, 2016

Ayah Rendra, Ayah Tiriku

Ayah Rendra, Ayah Tiriku


Sebut saja Rendra, laki-laki 40 tahunan yg menikahi Bundaku 1,5 tahun yg lalu. Ayah Rendra menikahi Bundaku sejak Bunda menjanda akibat Ayah kandungku meninggal karena penyakit. Setelah Ayah Rendra menikahi Bundaku, dgn sebisa mungkin Bunda mendekatkanku pada Ayah Rendra, dgn sering mengajakku jalan-jalan, sering membelikanku barang-barang yg aku suka, pokoknya semua yg aku inginkan selalu dipenuhi oleh Ayah Rendra, sampai akhirnya hatiku luluh dan aku dekat dgn Ayah Rendra.

Ayah Rendra meskipun usianya sudah 40 tahunan, tetapi Ayah masih terlihat gagah sekali. Wajahnya ganteng, badannya masih atletis karena Ayah Rendra setiap pagi selalu rutin berolah raga. Semakin lama Ayah Rendra semakin dekat dgnku, aku merasakan kasih sayg yg lebih dari Ayah Rendra.aku sering manja-manjaan dgn Ayah Rendra ketika sedang santai dirumah bersama dgn Bunda juga. Tetapi semakin lama aku merasakan ada yg berbeda dari Ayah Rendra, entah itu hanya perasaanku saja atau emang benar aku belom mengatahuinya.

ketika aku lahir aku diberi nama oleh Bundaku Amelia, umurku waktu ini 17 tahun. Tetapi postur badanku tidak seperti pada gadis seumuranku, aku mempunyai postur badan yg tinggi, badan sintal, dan yg jelas perkembangan buah dada dan bokongku cepat sekali, jadi buah dada terlihat besar 36 dan bokongku besar sampai menonjol keluar. Penampilanku jika berdandan bisa dibilang mirip perempuan yg sudah bekerja. Kalau dirumah aku juga suka menggunakan pakaian santai dgn celana pendek yg hanya menutupi kemaluanku dan tengtop srtitku sesampai buah dadaku terlihat menonjol dgn jelas.

Perubahan sifat Ayah aku rasakan ketika sedang santai berdua dgn Ayah tanpa ada Bunda, Ayah mengelus paha mulusku sembari sesekali mencolek bokongku yg besar. sampai waktu aku berpamitan untuk pergi kesekolah aku yg biasanya hanya mencium pipi Ayah Rendra sekarang Ayah juga mencium bibirku. Aku pun merasakan ciuman Ayah menandakan sesuatu hal. Tetapi aku masih bingung dgn yg aku rasakan, aku tidak meolak sama sekali dgn yg Ayah lakukan kepadaku. Bahkan aku sedikit menikmati perlakuan Ayah kepadaku. sampai akhirnya.

Suatu pagi seusai sarapan, aku mencoba untuk melupakan kejadian kemarin. Tetapi ketika aku memberikan ciuman ke Mamah, Ayah beranjak dari tempat duduknya dan menuju kamar. Mau tidak mau kuikuti Ayah ke kamar. Aku pun segera berjinjit untuk mencium pipi Ayah. Respon Ayah pun kulihat biasa saja. Dgn sedikit membungkukkan badan atletisnya, Ayah menerima ciumanku. Tetapi setelah kucium kedua pipinya, tiba-tiba Ayah mendaratkan bibirnya ke bibirku. Serr.., darahku seketika berdesir. Apalagi rambut-rambut kasarnya bergesekan dgn bibir atasku. Tetapi entah kenapa aku menerimanya, kubiarkan Ayah mengulum lembut bibirku. Hembusan nafas Ayah Rendra menerpa wajahku. Hampir satu menit kubiarkan Ayah menikmati bibirku. “Baik-baik di sekolah ya.., pulang sekolah jangan keluyuran..!” begitu yg kudengar dari Ayah.

Sejak kejadian itu, hubungan kita malah semakin dekat saja. Keakraban ini kunikmati sekali. Aku sudah dapat merasakan nikmatnya ciuman seorang lelaki, kendati itu dilakukan Ayah tiriku, begitu yg tersirat dalam pikiranku. Darahku berdesir hangat bila kulit kita bersentuhan. Begitulah, setiap berangkat sekolah, ciuman ala Ayah menjadi tradisi. Tetapi itu rahasia kita berdua saja. Bahkan pernah satu hari, ketika Mamah di dapur, aku dan Ayah berciuman di meja makan. Malah aku sudah berani memberikan perlawanan. Lidah Ayah yg masuk ke rongga mulutku langsung kuhisap. Ayah juga begitu. Kalau tidak memikirkan Mamah yg berada di dapur, mungkin kita akan melakukannya lebih panas lagi. Hari ini cuaca cukup panas. Aku mengambil inisiatif untuk mandi. Kebetulan aku hanya sendirian di rumah. Mamah membawa kedua adikku liburan ke luar kota karena lagi liburan sekolah. Dgn hanya
mengenakan handuk putih, aku sekenanya menuju kamar mandi. Setelah membersihkan badan, aku merasakan segar di badanku. Begitu hendak masuk kamar, tiba-tiba satu suara yg cukup akrab di telingaku menyebut namaku.
“Mel.. Mel.., Ayah pulang..” ujar lelaki yg ternyata Ayahku.
“Kok cepat pulangnya Pah..?” tanyaku heran sembari mengambil baju dari lemari.
“Iya nih, Ayah capek..” jawab Ayah dari luar.
“Kamu masak apa..?” tanya Ayah sembari masuk ke kamarku.

Aku sempat kaget juga. Ternyata pintu belom dikunci. Tetapi aku coba tenang-tenang saja. Handuk yg melilit di badanku tadinya kedodoran, aku ketatkan lagi. Kemudian membalikkan badan. Ayah rupanya sudah tiduran di ranjangku.

“Ada deh..,” ucapku sembari memandang Ayah dgn senyuman.
“Ada deh itu apa..?” tanya Ayah lagi sembari membetulkan posisi badannya dan memandang ke arahku.
“Memangnya kenapa Yah..?” tanyaku lagi sedikit bercanda.
“Nggak ada racunnya kan..?” candanya.
“Ada, tapi kecil-kecil..” ujarku menyambut canda Ayah.
“Kalau gitu, Ayah bisa mati dong..” ujarnya sembari berdiri menghadap ke arahku.
Aku sedikit gelagapan, karena posisi Ayah tepat di depanku.
“Kalau Ayah mati, gimana..?” tanya Ayah lagi.
Aku sempat terdiam mendengar pertanyaan itu.
“Lho.., kok kamu diam, jawab dong..!” tanya Ayah sembari menggenggam kedua tanganku yg sedang memegang handuk.

Aku kembali terdiam. Aku tidak tahu harus bagaimana. Bukan jawabannya yg membuatku diam, tetapi keberadaan kita di kamar ini. Apalagi kondisiku setengah bugil. Belom lagi terjawab, tangan kanan Ayah memegang daguku, sementara sebelah lagi tetap menggenggam tanganku dgn hangat. Ia angkat daguku dan aku menengadah ke wajahnya. Aku diam saja diperlakukan begini. Kulihat pancaran mata Ayah begitu tenangnya. Lalu kepalanya perlahan turun dan mengecup bibirku. Cukup lama Ayah mengulum bibir merahku. Perlahan tetapi pasti, aku mulai gelisah. Gairahku mulai terusik. Tanpa kusadari kuikuti saja keindahan ini.

Hasrat remajaku mulai keluar ketika tangan kiri Ayah menyentuh buah dadaku dan melakukan remasan kecil. Tidak hanya bibirku yg dijamah bibir tebal Ayah. Leher jenjang yg ditumbuhi rambut-rambut halus itu pun tidak luput dari sentuhan Ayah. Bibir itu kemudian berpindah ke telingaku.
“Yahh..” kataku ketika lidah Ayah masuk dan menggelitik telingaku. Ayah kemudian membaringkan badanku di atas kasur empuk.

“YAhh.. nanti ketahuan Bunda..” sebutku mencoba mengingatkan Mamah.
Tetapi Ayah diam saja, sembari menindih badanku, bibirku dikecupnya lagi. Tidak lama, handuk yg melilit di badanku disingkapkannya.
“Amelia, badan kamu sangat harum..” bisik Ayah lembut sembari mencampakkan guling ke bawah.

Dalam posisi ini, Ayah tidak puas-puasnya memandang badanku. Rambut halus yg membalut kulitku semakin meningkatkan hasratnya. Apalagi begitu pandangannya mengarah ke buah dadaku.

“Kamu udah punya pacar, Mel..?” tanya Ayah di telingaku.
“Aku hanya menggeleng pasrah”
Ayah kemudian membelai dadaku dgn lembut sekali. Seolah-olah menemukan mainan baru, Ayah mencium pinggiran buah dadaku.
“Uuhh..,” desahku ketika rambut kumis yg dipotong pendek itu menyentuh dadaku, sementara tangan Ayah mengelus pahaku yg putih. Puting buah dada yg masih merah itu kemudian dikulum.
“Yahh.. oohh..” desahku lagi.
“yahh.. nanti Mamm..” belom selesai kubicara, bibir Ayah dgn sigap kembali mengulum bibirku.
“Ayah sayg Amelia..” kata Ayah sembari memandangku.

Sekali lagi aku hanya terdiam. Tetapi sewaktu Ayah mencium bibirku, aku tidak diam. Dgn panasnya kita saling memagut. Waktu ini kita sudah tidak memikirkan status lagi. Puas mengecup putingku, bibir Ayah pun turun ke perut dan berlabuh di selangkangan. Ayah memang pintar membuatku terlena. Aku semakin terhanyut ketika bibir itu mencium kemaluanku. Lidahnya kemudian mencoba menerobos masuk. Nikmat sekali rasanya. Badanku pun mengejang dan merasakan ada sesuatu yg mengalir cepat, siap untuk dimuntahkan. “Ohh, ohh..” desahku panjang.

Ayah rupanya tahu maniku keluar, lalu dia mengambil posisi bersimpuh di sebelahku. Lalu mengarahkan tanganku ke batang kemaluannya. Kaget juga aku melihat batang kemaluannya Ayah, besar dan tegang. Dgn mata yg sedikit tertutup, aku menggenggamnya dgn kedua tanganku. Setan yg ada di badan kita seakan-akan kompromi. Tanpa sungkan aku pun mengulum benda itu ketika Ayah mengarahkannya ke mulutku.

“Terus Mel.., oh.. nikmatnya..” gumamnya.
Seperti berpengalaman, aku pun menikmati permainan ini. Benda itu keluar masuk dalam mulutku. Sesekali kuhisap dgn kuat dan menggigitnya lembut. Tidak hanya Ayah yg merasakan kenikmatan, aku pun merasakan hal serupa. Tangan Ayah mempermainkan kedua putingku dgn tangannya.

Karena gairah yg tidak tertahankan, Ayah akhirnya mengambil posisi di atas badanku sembari mencium bibirku dgn ganas. Kemudian kejantanannya Ayah menempel lembut di selangkanganku dan mencoba menekan. Kedua kakiku direntangkannya untuk mempermudah batang kemaluannya masuk. Perlahan-lahan kepala kemaluan itu menyeruak masuk menembus selaput dinding kemaluanku.

“Sakit.. pah..” ujarku.
“Tenang Sayg, kita nikmati saja..” jawabnya.

Bokong Ayah dgn lembut menekan, sesampai kemaluan yg berukuran 18cm dan berdiameter 4cm itu mulai tenggelam keseluruhan. Ayah melakukan ayunan-ayunan lagi. Kuakui, Ayah memang cukup lihai. Perasaan sakit akhirnya berganti nikmat. Baru kali ini aku merasakan kenikmatan yg tiada taranya. Pantas orang bilang surga dunia. Aku mengimbangi kenikmatan ini dgn menggoyg-goygkan bokongku.

“Terus Mel, ya.. seperti itu..” sebut Ayah sembari mempercepat dorongan kemaluannya.
“Ayah.. ohh.., ohh..” renguhku karena sudah tidak tahan lagi.

Seketika itu juga darahku mengalir cepat, segumpal cairan putih meleleh di bibir kemaluanku. Kutarik leher Ayah sampai pundaknya kugigit keras. Ayah semakin terangsang rupanya. Dgn perkasa dikuasainya diriku.

Kemaluan yg sudah basah berulangkali diterobos kemaluan Ayah. Tidak jarang buah dadaku diremas dan putingku dihisap. Rambutku pun dijambak Ayah. Gairahku kembali memuncak. Selama tiga menit kita melakukan gaya konvensional ini. Tidak banyak variasi yg dilakukan Ayah. Mungkin karena baru pertama kali, dia takut menyakitiku. Kenikmatan ini semakin tidak tertahankan ketika kita berganti gaya. Dgn posisi 69, Ayah masih perkasa. Kemaluan Ayah dgn tanpa kendali keluar masuk kemaluanku.

“Nikmat Mel..? Ohh.. uhh..” tanyanya.
Terus terang, gaya ini lebih nikmat dari sebelomnya. Berulangkali aku melenguh dan mendesah dibuatnya.
“Pah.. Amelia nggak tahan..” katakuku ditengah terjangan Ayah.
“Sa.. sa.. bar Sayg.., ta.. ta.. han dulu..” ucap Ayah terpatah-patah.
Tetapi aku sudah tidak kuat lagi, dan untuk ketiga kalinya aku mengeluarkan mani kembali. “Okhh.. Ohkk.. hh..!” teriakku.

Lututku seketika lemas dan aku tertelungkup di ranjang. Dgn posisi telungkup di ranjang membuat Ayah semakin belingsatan. Ayah semakin kuat menekan kemaluannya. Aku memberikan ruang dgn mengangkat bokongku sedikit ke atas. Tidak berapa lama dia pun keluar juga.

“Okhh.. Ohh.. Ohk..” erang Ayah. Hangat rasanya ketika mani Ayah menyiram lubang kemaluanku. Dgn peluh di badan, Ayah menindih badanku. Nafas kita berdua tersengal-sengal. Sekian lama Ayah memelukku dari belakang, sementara mataku masih terpejam merasakan kenikmatan yg baru pertama kali kualami. Dgn kemaluan yg masih bersarang di kemaluanku, dia mencium lembut leherku dari belakang.

“Mel, Ayah sayg Amelia. Sebelom menikahi Mamahmu, Ayah sudah tertarik sama Amelia..” ucap Ayah sembari mengelus rambutku.

Mamah dan adikku, tiga hari di rumah nenek. Selama tiga hari itu pula, aku dan Ayah mencari kepuasan bersama. Entah setan mana yg merasuki kita, dan juga tidak tahu sudah berapa kali kita lakukannya. Terkadang malam hari juga, walaupun Mamah ada di rumah. Dgn alasan menonton bola di TV, Ayah membangunkanku, yg jelas perbuatan ini kulakukan sampai sekarang.