Thursday, December 22, 2016

Mahasiswi hot

Mahasiswi hot

KKN atau kuliah kerja nyata menjadi awal sebuah cerita dalam hidupku. Awal mula kisah sex perkenalanku dengan Melisa. Melisa adalah seorang mahasiswi asal Pekalongan, Jawa Tengah. Aku mengenalnya ketika kami sama-sama menjadi peserta dalam kegiatan workshop bagi mahasiswa/i. Dia peserta dari sebuah sekolah tinggi ekonomi di kota S, sedangkan aku dikirim mewakili kampusku.
Selama workshop, sebenarnya aku sudah mulai merasa kalau dia memperhatikanku, tapi aku juga tahu kalau dia sudah punya seorang cowok. Sehingga hubungan kami saat itu hanya sebatas SMS. Sampai pada satu jumat malam di bulan November tahun 2014.
Melisa menelponku. Intinya dia mengatakan bsok pagi akan ke kota Y dan minta aku menjemputnya di terminal. Perkiraan kalau dia berangkat dari Kota S jam 7, maka jam 10 atau paling lambat jam 11 dia akan tiba di Y.
Keesokan harinya pukul 10 pagi aku sudah stand by di terminal bis antar kota di kotaku. Saat sedang mencJuni-cJuni, tiba-tiba saja dari belakang Melisa mengagetkanku. Dia tidak banyak berubah, tinggi 168 cm, rambut sebahu, bentuk wajahnya tirus mirip seperti artis Nia Ramadhani.
Namun tubuh Melisa lebih berisi, terutama dengan payudara yang berukuran 34 B. Saat aku terpana melihat tubuhnya, dia tiba-tiba saja memelukku.
“bang, aku kangen. Pengen banyak cerita sama kamu, pengen tukar pikiran dan diskusi kaya saat workshop dulu” ungkapnya.
“iya..iya..udah ah, ga enak diliat orang banyak” kataku sambil melepaskan pelukannya.
“Mau nginap dimana kamu malam ini? Bangak mau langsung pulang ke S?”tanyaku.
“aku nginap di kost bang Juni aja boleh khan?”jawabnya.
“mana boleh non, bisa digrebek ama orang kampong” jawabku.
Akhirnya dia sepakat akan tidur di sebuah hotel melati dekat kostku, biayanya aku bantu setengah, karena dia juga tidak membawa banyak uang.
Singkatnya, setelah Melisa mandi dan berganti pakaian kami berjalan-jalan keliling kota Y, selama perjalanan, dia banyak bercerita tentang hubungannya dengan cowoknya yang mulai banyak ketidak cocokan dan sering diwarnai pertengkaran.
Setelah makan malam, jam 9 malam aku mengantarkan dia kembali ke hotel tempatnya menginap. Setelah itu aku kembali ke kostku. Pukul setengah 11 malam Melisa menelponku.
“bang, aku ga bisa tidur, hotelnya serem, bang Juni kesini donk, temanin aku” pintanya.
Maka aku pun langsung menuju hotel itu. Ketika menuju kamar Melisa, aku sempat melihat beberapa pasangan chek in, ada yg masih muda, ada pula yang sudah berumur.
Pahamlah aku bahwa hotel ini terbanguk hotel esek-esek yang banyak dibicarakan teman-teman kampusku. Kamar yang ditempati Melisa berada di ujung lorong, sehingga terlihat memang lebih luas,
Melisa masih belum ganti baju,
“aku mau k kamr mandi takut bang, lampunya kecil” jawabnya ketika kutanya kenapa ga ganti baju.
“Ya udah, aku disini, kamu cuci muka trus ganti baju tidur ya” kataku. Sementara aku tiduran diatas spring bed, ternyata karena takut (atau entah sengaja) Melisa ganti baju tanpa menutup pintu kamar mandi, tentu saja aku bisa melihatnya dari kaca besar di depan pintu kamar mandi.
Dari situ aku melihat Melisa hanya mengenakan celana dalam, tanpa BH di balik daster tidurnya.
Dengan menggunakan daster, Melisa naik ke atas spring bed dan berbJuning di sebelahku. Sedikit ja’im aku kemudian duduk,
“kamu mau tak tungguin disini atau aku pulang aja ke kost?” tanyaku.
“Bang Juni disini aja, khan kita ga ngapa-ngapain” jawabnya.
Aku pun turun dari spring bed dan duduk di kursi berlengan yang ada dalam kamar itu.
“lho, kok di situ sich? Disini aja ama aku. Khan tempat tidurnya masih luas” protes Melisa.
Dari pada diprotes terus (dan karena memang ngarepin) aku pun kembali berbJuning di sebelahnya. Lama kami terdiam, aku kira dia sudah tertidur, sehingga aku kemudian membuka ikat pinggang dan retslueting celana jeansku, karena aku memang tidak biasa tidur dengan celana jeans,
Bahkan kadang aku tidur hanya dengan celana pendek, tanpa celana dalam.
“kenapa bang? Sesak ya?” Tanya Melisa yg ternyata belum tidur.
“iya, aku ga biasa tidur pakai jeans” jawabku.
“ya udah, celananya dibuka aja, bang Juni pakai selimut ini lho” kata Melisa lagi smbil menyerahkan selimut dan kemudian membalik badannya. Jadilah aku hanya bercelana dalam berbungkus selimut tidur disamping Melisa.
Sekitar jam 3 dinihari, aku terbangun karena seperti mendengar suara tangis. Ketika kubuka mata, ternyata di depanku Melisa menangis sambil memandangku.
Aku yang bingung kemudian bertanya kenapa, bukannya menjawab, tangis Melisa justru makin kuat. Khawatir diduga melakukan kekerasan oleh orang diluar kamar, aku menJunik Melisa dan mendekapnya.
Melisa memelukku erat dan bercerita bahwa awal mula tidak harmonisnya hubungan antara dia dengan cowoknya karena cowoknya memaksa dia untuk berhubungan badan. Benar-benar iba, aku pun mendekapnya dalam pelukanku.
Lupa kalau saat itu aku hanya memakai celana dalam. Makin lama saling berpelukan, kami pun makin terbawa suasana, dari hanya saling memeluk dan berpandangan, perlahan bibir kami mulai saling mendekat dan berpagutan, rasa asin dari air matanya tak kurasakan, yang ada hanyalah nafsu.
Melisa pun mulai menunjukkan hal yang sama. Nafasnya makin memburu, permainan lidahnya makin agresif, bahkan gerakan tangannya mulai meremas lengan dan kaos yang kukenakan.
Remasannya makin lama malah menJunik kaosku ke atas, seolah meminta aku melepasnya, maka kubuka kaosku dan tinggal bercelana dalam dihadapan Melisa.
Melihat dadaku yang ditumbuhi bulu halus, Melisa keliatan makin bernafsu, dia memegang dadaku dan meremasnya, aku pun merasa tak perlu berbasa-basi lagi, maka segera kutJunik keatas pula dasternya, sehingga dia pun hanya tinggal memakai celana dalam.
Kami sempat saling memandang,
“bang, aku pernah menolak untuk ML sama aku, sampai dia memaksaku dan bahkan mendekap mulutku dengan bantal, tapi sekarang aku ikhlas bang, kalau kamu mau jadi pacarku, aku ikhlas menyerahkan diriku ke kamu malam ini” kata Melisa sambil menangis.
Aku tidak menjawab, aku kembali menJuniknya ke pelukanku, memberinya waktu untuk melepaskan semua beban yang ada dihatinya. Namun tak lama kemudian, dia mulai kembali menciumi bibirku. Kami pun kembali saling berpagutan, kali ini tidak ada lagi ja’im di benakku.
Sambil tetap berciuman bibir, tanganku mulai meremas-remas toket dan pantatnya. Dia yang mulanya hanya meremas lengan dan dadaku, perlahan tangannya turun tapi terhenti di atas perutku. Karena tak sabar, langsung kuarahkan tangannya untuk memegang kontolku.
Dan dia pun menggenggam kontolku dengan kuat. Bibirku mulai turun ke lehernya, kugigit pelan dan kuhisap-hisap sehingga meninggalkan bekas merah di kulitnya yang putih, terus aku turun dan mulai mendekati dadanya, kuhisap toketnya, sambil terkadang kupilin putingnya bergantian, dia makin bergoyang liar remasan-remasan tangannya mulai membuat perih di tubuhku.
Aku terus menggigit-gigit pelan dan menghisap tubuhnya, turun ke perut dan terus turun, sampai pada batas atas celana dalam hitam yang dikenakannya. Aku berhenti, dan memandangnya,
“boleh aku buka?” tanyaku, dia mengangguk dengan menatapku sayu.
Dengan kedua tangan kubuka penghalang terakhir antara aku dan lubang kenikmatannya, bulu-bulu jembutnya tipis dan wangi menunjukkan dia rajin merawat propertinya itu.
Belahan vaginanya masih sangat rapat, kuminta dia untuk melebarkan kedua kakinya, dia sempat menolak, “malu bang” tapi setelah aku sedikit memaksa, di pun mulai melebarkan kedua kakinya, menunjukkan bagaian dalam vaginanya yang berwarna merah muda.
Langsung kucium, kujilat dan kuhisap-hisap semua bagian vaginanya, mulai bagian labia mayora (bener ga sich itu namanya?) sampai klitorisnya yang berbentuk benjolan sebesar kacang tanah. Dan akibatnya.
Melisa seperti kesetanan, pinggulnya naik-turun berusaha menghindari seranganku ke vaginanya,
“udah bang, udah.. geli..aku geli…” tukasnya.
Tapi aku pun terus berusaha merapatkan bibirku ke titik sensitive itu.
Dan tiba-tiba dia berkata
“bangg, aku…mau.. pipis….” belum sempat aku menJunik kepalaku dari pangkal pahanya, justru kedua paha itu menjepit kepalaku, kedua tangannya menekan kepalaku semakin mendekati vaginanya dan pinggulnya diangkat tinggi-tinggi.
Dia mendapatkan orgasme pertamanya setelah ku rangsang dan ku oral selama 15 menit. Tak ayal cairan vaginanya pun membasahi hidung dan mulutku. Aroma dan rasa yang khas membuatku makin bernafsu terus kuhisap semua cairan yang keluar dari lubang itu sampai habis.
Setelah jepitan pahanya agak melonggar, aku langsung kembali ke sampingnya. Kucium bibirnya sambil kubelai-belai toketnya.
“Enak, ga ?” tanyaku.
“Enak banget, aku sampai lemes banget.
Bang Juni pasti udah sering ya, kok pengalaman banget?” tanyanya *dalam situasi seperti ini, kalau aku jujur aku sudah pernah ML sama 3 cewek sebelum dia bisa merusak suasana* maka kujawab “ aku baru pertama sama kamu ini kok.
Aku Cuma sering liat BF aja”
“wah, pantes, belajarnya dari film” kata Melisa sambil tersenyum dan memelukku.
Setelah 1 menit, dia mencium bibirku dan bertanya “sekarang aku mesti gimana buat gentian muasin bang Juni?”
Aku pun tersenyum dan melirik kontolku yang kepalanya sudah keluar dari batas celana dalamku. Dia tersenyum, lalu mulai bergerak membuka celana dalam yang aku kenakan.
Dia memegang kontolku lalu bertanya “mau diapain ini bang?” pertanyaan lugu yang menggoda, tapi karena malas basa-basi lagi aku pun menjawab “bangukin ke vaginamu donk, tapi sebelumnya diisep dulu” dia tersenyum, lalu mulai mengocok pelan kontolku.
Setelah agak keras, dia mulai mebangukkan junior ke dalam mulutnya dan menghisapnya, tapi karena memang belum pernah (setidaknya menurut pengakuannya) maka rasanya pun tidak terlalu enak.
Agak sakit malah, karena beberapa kali menyentuh giginya.
“jangan kena gigi donk yang, sakit” kataku.
“aduh bang, sorry, aku ga bisa kaya gini” jawabnya
“Bang langsung main aja yah, aku pasrah kok” katanya. Lalu dia berbJuning disampingku sambil membuka kedua kakinya.
Melihat posisi itu, aku pun bangkit, kujilati sebentar klitorisnya supaya agak basah, dia mulai mendesah pelan.
Kubasahi juga ujung kontolku dengan sedikit air liur, lalu mulai kugesek-gesekkan di depan lubang vaginanya. Meski mengaku sudah tidak perawan karena paksaan mantan cowoknya, ternyata lubang vagina Melisa sangat sulit ditembus.
Masih sangat sempit, dan aku ga tega ketika sedikit memaksa mendengar dia menjerit tertahan,
“aduh bang, sakit bang…” maka kutunda lagi mebangukkan kontolku dalam vaginanya. Sambil tetap kugesek-gesek, aku mulai mendorong ketika kurasa sudah cukup basah, berhasil banguk kepala kontolku banguk kedalam vaginanya.
Di sinilah aku merasakan perbedaan antara vagina Melisa dengan vagina milik Ika, Icha dan Eta yang pernah kurasakan seblumnya.
Kalau vagina lain kenikmatan itu sangat terasa ketika aku mebangukkan kontolku dalam-dalam, maka vagina Melisa terasa sangat menjepit justru ketika baru sepertiga kontolku banguk. Maka aku pun, hanya menggerakkan kontolku maju mundur di titik itu.
Namun berbeda dengan yang kurasakan, Melisa justru sangat kesakitan dengan cara itu. “bang, cabut dulu bang.
Sakit bang” ujarnya. “ya, bentar yah, aku enak bgt nich sayang” kataku.
Dia seperti menahan rasa sakit, bibirnya digigit.
“bang, udah dulu donk…sakit nich, perih…” katanya lagi. Sebenarnya aku ga tega, tapi aku pun merasakan kenikmatan dengan hanya bermain di permukaan vaginanya itu.
Akhirnya aku mengalah dan memutuskan untuk mencabut kontolku dari vaginanya. Namun sebelum mencabut, aku ingin mencoba mebangukkan keseluruhan batang kontolku dalam vaginanya, maka kudorong penuh kontolku ke dalam vaginanya.
Sedalam aku bisa, namun ternyata mentok dan aku bisa bisa merasakan dinding rahimnya tepat di depan kepala kontolku.
Saat itulah aku merasakan perubahan pada diri Melisa. Dia yang semula menahan sakit sambil menggigit bibir dan memejamkan mata, tiba-tiba matanya terbuka lebar, mulutnya menganga tertahan.
“Bannnngg……” suaranya tertahan dan bergetar.
“Eeennnnnaaaaakkkk bbaaaannggeeettttt Baanggg….”katanya. Tangannya mencengkram erat kedua lenganku. Sesaat kemudian dia berubah makin liar, setiap kali aku tJunik mundur kontolku, dia justru memajukan vaginanya seolah tidak mau melepaskan sedikit pun kontolku dari vaginanya.
Tangannya memelukku erat, kemudian tubuhnya tiba-tiba mendorongku berguling ke kanan sehingga sekarang dia berada di atas tubuhku.
Dia tetap memelukku erat sambil menggoyangkan pinggulnya ke semua arah, maju-mundur, kanan-kiri, depan-belakang bahkan diselingi memutar, aku yang merasakan perubahan ini kemudian mulai mengatur posisi.
Kuluruskan kedua kakiku dan menbiarkan tubuh Melisa menguasaiku, dia menggerakkan pinggulnya ke segala arah bagai kesetanan, aku berusaha mengimbangi gerakannya dengan melawan arah setiap gerakan pinggulnya.
Tetes keringat kami membasahi kasur, tapi keganasan Melisa seolah tidak akan berakhir. Beberapa saat kemudian tiba-tiba dia menekan dalam-dalam pinggulnya. Tangan kanannya mencengkram lengan kiriku dan tangan kirinya menjambak rambutku.
Kontolku seperti diremas-remas dengan kuat oleh vaginanya dan dia menjerit tertahan.
“aaaaaccchhhh……” tubuhnya mengejang, kaku sesaat lalu ambruk diatas tubuhku. “enak banget bang..enak banget….aku pengen terus ama kamu kaya gini. Enak banget” ujarnya berbisik di telingaku.
Aku hanya tersenyum mendengar kata-katanya, sementara Melisa masih terbJuning lebang diatas tubuhku, kontolku yang masih menancap dalam vaginanya bergerak-gerak mencJuni perhatian dia pun merasakannya, dan mulai bangkit.
“bang, aku lemes banget, bang diatas aja dech, aku pasrah. Udah lemes bgt nich”katanya.
Dia lantas menjatuhkan tubuhnya, dan sambil membuka lebar tangan dan kakinya, dia berkata nakal
“aku pasrah bang, perkosa aku, nodai diriku sepuasmu…..” sambil tersenyum nakal.
Aku pun langsung, naik ke atas tubuhnya. Sengaja kuangkat kedua kakinya sambil kulingkarkan di pinggangku.
“gini, biar kerasa makin enak” kataku, sesaat kemudian aku mulai mendorong kontolku banguk dalam vaginanya. Ini perbedaan kedua antara vagina Melisa dengan vagina lain yang pernah kurasakan, meski basah karena cairan orgasme sebelumnya.
Tapi ketika kubangukkan, tetap aja kontolku rasanya seperti dijepit dengan kuat. Aku pun mulai menggoyang pinggulku maju-mundur.
Setelah melihat liarnya Melisa saat kubangukkan dalam kontolku, dan merasakan kenikmatan vaginanya saat di permukaan, maka kucoba memainkan banguknya kontolku dengan ritme 3 plus 1.
Yaitu tiga kali aku dorong dengan hanya mebangukkan sepertiga kontolku, dan kemudian satu kali dorongan dalam yang mebangukkan kontolku sedalam-dalamnya sampai terasa mentok di dinding rahim Melisa.
Dan efeknya, meski mengaku sudah lebang, tapi tiap kali aku dorong dalam kontolku dalam vaginanya, tubuh Melisa seperti mengejang. Pinggulnya ikut terangkat tiap kali aku menJunik kontolku.
Dan suaranya tertahan
“Bannnnggg….” Dia terus meremas lenganku dan menggigit kuat bibirnya sendiri.
“Banggggg, jangan nyiksa aku doonkk… bangukin yang daallleeem dddooonnkkk….” Pintanya dengan mata sayu menatapku dan suara bergetar.
Karena kasihan, aku pun langsung menaikkan ritme goyanganku dengan mendorong dalam kontolku dalam vaginanya. Dan Melisa kembali kesetanan.
Dia membalas setiap tusukan kontolku dengan gerakan pinggul yang ke segala arah, bahkan tangannya meremas erat kedua pantatku sambil menakannya agar makin dalam banguk dalam vaginanya.
“mbangs, dalam lagi mmaaass, bangukkiinn dalem lagi…eennaakk bangeettt bangss….”ujarnya. Dan gerakan pinggulnya pun kurasakan makin terasa nikmat ketika vaginanya terasa memijat dan meremas-remas kontolku, dan ini membuat aku pun mulai merasakan cairan lahar putih akan mulai muntah dari kontolku.
“Melisa, aku mau keluar sayang, aku tJunik yah” kataku.
Melisa mengangguk, namun gerakan pinggulnya dan tangannya berkata sebaliknya, pinggulnya justru makin terangkat ke atas, sedangkan tangannya makin menekan pantatku untuk makin banguk ke dalam vaginanya.
Sementara didalam pun kontolku terasa makin kuat disedot, diremas dan dipijat otot-otot vaginanya. Akhirnya karena tak tahan aku pun memuntahkan pejuhku dalam vaginanya.
Crot.. crot.. crot..dan sedetik kemudian Melisa kembali mengejang, badannya kaku dengan posisi tangan menekan pantatku agar makin mendorong banguk kontolku dalam lubang vaginanya.
“mmaaasss….aaaccchhhh….eeennna aakkkk” teMelisaknya tertahan dengan suar bergetar. Aku segera mencabut kontolku dari vaginanya dan menjatuhkan badanku disampingnya.
Kulirik jam di HPku, jam 7 kurang 20 menit. Berarti sekitar 3,5 jam kami memadu kasih dan mengejar surga dunia.
Aku mencium bibirnya sambil meremas toketnya. “Aku sayang kamu, bang…” kata Melisa. Kami pun kembali tertidur sampai jam 10 pagi Setelah itu kami mandi bersama. Setelah sarapan aku kembali mengantar Melisa ke terminal bus untuk kembali ke kota S.
Sejak saat itu, aku berpacaran dengan Melisa. Hubungan kami sempat berjalan selama sekitar 2 tahun, sampai akhirnya dia dijodohkan dengan seorang pMelisa tetangga kampungnya di Pekalongan. Sekarang dia telah memiliki 2 anak dan tinggal di kota S.
Yang tidak pernah Melisa tahu, bahwa dia bukan wanita pertama yang bercinta denganku, dan bahwa selama 2 tahun hubungan kami pun aku beberapa kali bercinta dengan wanita lain.